Tidak bakal dilupakan, karena harian ini menghasilkan banyak sekali teman teman yang meniti karier di bidang jurnalis, managemen, sirkulasi. Sangat tidak terpuji pabila ada yang merasa tidak puas. Di lingkungan media inilah banyak yang belajar dari nol hingga menjadi seorang penulis, pewarta, pemotret dsb nya. Sebut saja seorang pembantu pencari berita yang tadinya hanya sebagai penjaga toko, kemudian bergabung dan mulai belajar terus belajar, ia berhasil hingga kini bahkan seorang pemungut sampah korban berceceran, karena ulet ia kini menjadi seorang distributor koran di bursa koran Bandung yang berhasil.
Itulah pengakuan yang mungkin hanya diterima dalam sanu bari masing masing, begitu besarnya andil koran Harian Umum Mandala ini kedalam kehidupan awaknya yang kini berhasil.
Mengapa penulis melayangkan tulisan ini, karena merasa beruntung mampu mengikuti alur perjalanan media yang terbit di Bandung ini hingga keterpurukannya. Bahkan merasa sedih ketika mencari nama media yang satu ini di dunia maya begitu sulit, untuk itulah penulis berusaha menyimpan sedikit sejarah yang tidak berharga ini namun sangat perlu untuk diketahui dalam ....
sejaran media cetak yang banyak gulung tikar setelah era reformasi kemudian menjamur media baru namun tidak lama usianya secara alami bangkrut juga dan hilang diperedaran. Karena tidak mampu memerangi media raksasa di negeri ini. Mudah mudahan dengan tulisan ini, diingatkan kepada suka dan duka yang penuh dengan dinamika karakter masing masing individu di harian Mandala Sejarah lahirnya koran Mandala Kota Bandung tahun 1969 akhir atau tepatnya tanggal 7 Desember 1969 terbit koran mingguan dengan nama Mandala, media cetak ini diusung oleh beberapa wartawan senior di antaranya Krisna Harahap, Rustandi Kartakusumah, Moch Romli dan Surya Susila. Sebagai pendiri media cetak yang saat itu tidak banyak koran yang sudah ada, sehingga koran yang bermodalkan patungan ke empat wartawan itu mampu melangkah terus. Dibuktikan dengan diterimanya oleh masyarakat kawasan Bandung, bahkan meluasmampu ke daerah daerah di Jawa Barat. Dengan kemajuan itulah koran mingguan yang hanya 4 halaman bisa menerbitkan 2 kali dalam satu minggu. Memang perjuangan para wartawan yang bergelut sehari harinya mampu melihat pangsa pasar, akhirnya dua tahun kemudian di awal tahun 71 menambah frekuensi terbit menjadi 3 kali seminggu. Entah apa kata para wartawan yang melihat perkembangan koran mandala ini begitu cepat meningkatkan kemajuannya, sampai kini masih jadi perbincangan. Mereka ada yang mengatakan karena tidak banyak saingan, pembacanya menengah ke bawah dan harga koran dapat dijangkau masyarakat kurang mampu dan banyak perkiraan lainnya. Koran mandala yang memiliki SIUPP nomor 077/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1986 tanggal 4 Maret 1986 dibawah naungan PT.Satya Mandala Raya, terus merangkak dan menambah pembaca hingga disenangi masyarakat pesedaan terutama di daerah Ciamis, Tasik, Cirebon, Kuningan, Garut, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Purwakarta, Cianjur, Bogor, Sukabumi, Tangerang hingga ke Jakarta. Tentunya
peredaran yang cukup luas ini, para pendiri semakin bersemangat bahkan yang tadinya terbit 4 halaman menjadi 8 halaman awal tahun 1974. atau bulan desember 1973. Setahun kemudian karena terasa peningkatan oplah akhirnya para pendiri sepakat bahwa koran mandala yang terbit 3 kali seminggu untuk memberanikan diri terbit setiap hari mengunjungi para pembaca. Ini bertepatan dengan hari jadi Mandala tanggal 7 Desember . Ketika itu secara kebetulan menurut beberapa kalangan pers di Bandung, percetakan offset diperkenalkan di Bandung, dari sejarah inilah Mandala media yang pertama dicetak offset di Jawa Barat.
Dengan penampilan cetak offsetlah harian mandala naik oplah. Apalagi era tahun tahun tersebut disemarakkan oleh diterbitkannya koran pada hari minggu dengan nama Mandala Minggu, beritanya khusus berita budaya sampai berita mengandung berbagai opini yaitu berita "gosip". Ternyata Mandala Minggu yang memberitakan sekelumit hiburan, serta ceritera rakyat mampu menyeberang pulau sampai Sulawesi, Kalimantan, Sumatera. Hal ini dibuktikan oleh surat para pembaca dengan stempel pos, surat surat tersebut mereka yang senang akan rubrik Calon Bintang Mandala Minggu (CBMM) dan rubrik mencari jodoh. Awal tahun 1982 peredaram koran harian Mandala ini semakin meluas, walaupun jaman itu komputer belum memasyarakat apalagi teknologi digital apalagi juga telepon selurer hanya dalam film james bond saja yang sudah ada. Walaupun masih ada keterbatasan, para wartawan yang mencari berita tidak surut mereka kerjasama. Demikian jajaran redaksi, jajaran pracetak sampai ke percetakan. Maklum saat itu mencetak koran hanya ada dua di kota Bandung yaitu Golden Web dan PT Almaarif, cukup berdekatan dengan kantor redaksi Mandala di Jalan Banceuy. Menjelang tahun 1983 merupakan hari yang tidak dapat dilupakan oleh segenap awak mandala, mulai dari Mang Emen dan mang Amas sebagai OB sampai kepada pemilik tunggal H Krisna Harap SH, saat itu belum menambah gelar MH, karena tidak seorangpun berleha leha di bidangnya masing masing. Karena oplah koran melonjak yang tadinya hanya 20 000 exp hingga 120.000 exp itu pun masih kurang mengingat yang menyerbu atau sebut saja para age berebut untuk lebih banyak mengambil oplah.
Apa yang mendorong " bulan keemasan" itu dirasakan koran Mandala ? ternyata kasus yang menggemparkan masyarakat di seluruh indonesia, ini juga dirasakan oleh koran yang serupa di Kota Bandung yaitu Harian Gala. Betapa tidak, peristiwa yang ditunggu tunggu setiap pagi oleh masyarakat adalah berita "Mayat Jeger, mayat dalam karung" bahkan tersiar juga semacan isue mereka yang bertatto dicari pasti jadi korban Petrus (Penembak misterius). Memang saat itu situasi kamtibmas di setiap kota selalu terganggu oleh para bromocorah, preman preman, grup kejahatan sehingga mereka yang dikenal kalangan masyarakat dimana pun selalu menjadi teka teki mungkinkah mereka akan menjadi korban petrus ? atau siapa lagi hari esok yang akan jadi mayat di pinggir jalan, di selokan, di kebun di jurang dan di tempat tempat sepi lainnya. Hampir tiga bulan lamanya, berita itu selalu menghiasi halaman depan setiap koran. Setiap hari juga para agen yang tadinya dikirim/diantar oleh bagian sirkulasi ke bursa koran di Cikapundung, saat itu terbalik para agen memburu bukan lagi ke percetakan tetapi ke redaksi. Bahkan mereka harus antri dan mendapatkan semacam kupon antri pengambilan koran mandala. Demikian juga para wartawan digiring untuk memasang telinga, bahkan beberapa wartawan ditempatkan di Kamar jenazah beberapa rumah sakit, ditempatkan di polsek polsek untuk mengendus penemuan mayat dalam karung. Dari kerja keras itulah mandala mampu membangun percetakan sendiri di Gedebage Jl Sukarno Hatta dengan nama PT Grafitri. diresmikan oleh Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Departemen Penerangan RI tanggal 30 Mei 1984, sehingga tidak ada ketergantungan mencetak ke percetakan lain. Bahkan menerima order cetakan dari luar. Namun sayang oplah terus merosot hingga setengahnya, karena pemberitaan tentang mayat dalam karung sudah tidak ada lagi karena situasi politik saat itu, bahkan munculnya tudingan dari negara lain bahwa di indonesia sudah melakukan pelanggaran HAM. Sebenarnya oplah meningkat sebelum adanya petrus, pernah terjadi ketika Gunung Galunggung meletus, juga ketika pemberitaan penyerangan kepada Polsek Cicendo yang menewaskan 4 orang anggota polisi. Namun dampak dari pemberitaan itu Pemimpin Redkasi sekaligus penanggungjawab Krisna Harahap SH harus mendekam 2 minggu di Laksusda. Walaupun pemimpin ditahan tetapi koran terus jalan tidak surut fdari kejadian tersebut, dan pemimpin umum dikembalikan ke redaksi karena tidak kurang kuat bukti untuk lanjut ke pengadilan. Memang Koran Mandala mempunyai motto TUNJUKKAN YANG SALAH,BENARKAN YANG BENAR. Hal itu dirasakan oleh semua wartawan Mandala, tidak ada rasa gentar dan takut hanya untuk kebenaran itulah yang ditanamkan dari seorang pemimpin sekaligus guru juga sebagai orangtua. Naik turunnya di kehidupan ini sudah disadari oleh semua rekan rekan awak mandala, semuanya teguh menetap di media yang selalu mendapat cobaan dan tantangan, memang itulah uniknya di media cetak yang satu ini. Bahkan cobaan datang kantor redaksi hangus terbakar, wartawan dan karyawan yang ngak tahu terjadinya kebarakan saat malam hari pada pagi harinya pada "melongo" karena semua ruangan sudah jadi arang. Walaupun demikian tetap koran terbit kendati membuat berita harus bergantian karena semua mesin tik turut terbakar hangus. Karena situasi dan mengingat koran harus terbit akhirnya kantor redaksi pindah ke jalan GatotSubroto, namun hanya bertahan beberapa tahun karena terlalu jauh ke percetakan akhirnya kantor dibagi dua rekasi di percetakan memiliki ruangan terpisah dan tata usaha di Gatot Subroto. Hanya beberapa bulan oplah terus merosot karena situasi saat itu mulai muncul penerbit raksasa dengan kata kalimat "kerjasama" menyerang penerbitan di daerah daerah termasuk Kota Bandung, salah alasan adalah masih sulitnya untuk mendapatkan SIUPP (tidak dikeluarkan lagi) masih menteri penerangan Harmoko. Maka hanya dengan cara "istilah"kerjasama penerbit raksasa bisa melebarkan sayap. Terjadilah yang sangat ditakutkan oleh para wartawan daerah termasuk harian mandala, kalau bekerja sama pasti segala kebijakan akan diambil alih oleh mereka. Sedang wartawan yang ada hampir 90% semuanya menjadi wartawan karena pengalaman dan mengikuti alur pemimpin, sedangkan kebijakan baru mengambil armada yang sudah disiapkan sebelumnya.
Singkat ceritera, terjadi kerjasama antara Mandala dan Persda (grup kompas). Mulai beranjak saat itu dikenalkan komputerisasi dan mulailah satu persatu semua wartawan mandala di "pisah" yang tadinya wartawan jadi penjaga kamar gelap, yang tadinya wartawan jadi pemberes buku di percetakan, yang di daerah di oper alih seolah semua dipisahkan. Satu bulan sampai enam bulan, bertahan tetapi belumsetahun mulai terasa hal hal yang sangat tidak menguntungkan bagi sepihak. Akhirnya kemelut dalam kerjasama terjadi dengan berakhir mandala dikembalikan kepada pemilik semula. Setelah kejadian perpisahan tahun 1992 antara dua perusahaan, beberapa bulan koran mandala terpuruk dan berhenti terbit, namun wartawan masih berkomunikasi dan akhirnya mandala terbit kembali dengan format Mingguan yang disebut Mandala Minggu. Dengan awak redaksi di Bandung yang terdiri dari H.Krisna Harahap SH, MH, Naungan Harahap, SH Andi Suwandi, Sonni Hadi, Mahi M Hikmat, Nandang Saefudim, R Sumarna, Yuyun Umar Tanu, Utie Utami Mudi, Tin S, dan staf lainnya Rustam Hutabarat, Asep k, Emus, Engkus, Amin, Aep, Dadi , kembali mengukir jalan baru.
Dan anehnya koran ini mampu terbit kembali dan wartawan yang ada id daerah pun menyambut dengan suka cita, tetapi..... ada juga sebagian wartawan dan karyawan memilih ikut bergabung dengan Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Hal itu sangat dimaklumi karena mempunyai pilihan tersendiri. Kali ini setelah berjuang tiga tahun akhirnya Mandala sudah tidak mampu lagi untuk menerbitkan koran di tahun 1996, selain persaingan mulai terasa cetak jarak jauh sudah dilakukan oleh koran raksasa, juga sulitnya mengedarkan koran di bursa koran. Kalau saja dikirim ke bursa koran, anehnya di masyarakat tidak sampai bahkan di setiap kios koran tidak terlihat. Tidak tahu apakah hal ini sudah menjangkit "Mafia" bursa koran atau memang perubahan minat baca atau memang juga menjelang "moneter" saat itu. Memang benar awal tahun 1998, mandala hilang diperedaran karena bermunculan media baru disebabkan "Dikocorkannya SIUPP" bagi mereka yang mau menerbitkan media. Dengan dipermudahkan memperoleh SIUPP, menjamurlan media.(Sonnihadi mantan wartawan Harian Umum Mandala) Dengan rasa hormat, saya berterimakasih sekali pabila ada yang kurang dalam penulisan ini tolong berikan masukan dan tulis di kolom komentar di bawah ini.
Itulah pengakuan yang mungkin hanya diterima dalam sanu bari masing masing, begitu besarnya andil koran Harian Umum Mandala ini kedalam kehidupan awaknya yang kini berhasil.
Mengapa penulis melayangkan tulisan ini, karena merasa beruntung mampu mengikuti alur perjalanan media yang terbit di Bandung ini hingga keterpurukannya. Bahkan merasa sedih ketika mencari nama media yang satu ini di dunia maya begitu sulit, untuk itulah penulis berusaha menyimpan sedikit sejarah yang tidak berharga ini namun sangat perlu untuk diketahui dalam ....
sejaran media cetak yang banyak gulung tikar setelah era reformasi kemudian menjamur media baru namun tidak lama usianya secara alami bangkrut juga dan hilang diperedaran. Karena tidak mampu memerangi media raksasa di negeri ini. Mudah mudahan dengan tulisan ini, diingatkan kepada suka dan duka yang penuh dengan dinamika karakter masing masing individu di harian Mandala Sejarah lahirnya koran Mandala Kota Bandung tahun 1969 akhir atau tepatnya tanggal 7 Desember 1969 terbit koran mingguan dengan nama Mandala, media cetak ini diusung oleh beberapa wartawan senior di antaranya Krisna Harahap, Rustandi Kartakusumah, Moch Romli dan Surya Susila. Sebagai pendiri media cetak yang saat itu tidak banyak koran yang sudah ada, sehingga koran yang bermodalkan patungan ke empat wartawan itu mampu melangkah terus. Dibuktikan dengan diterimanya oleh masyarakat kawasan Bandung, bahkan meluasmampu ke daerah daerah di Jawa Barat. Dengan kemajuan itulah koran mingguan yang hanya 4 halaman bisa menerbitkan 2 kali dalam satu minggu. Memang perjuangan para wartawan yang bergelut sehari harinya mampu melihat pangsa pasar, akhirnya dua tahun kemudian di awal tahun 71 menambah frekuensi terbit menjadi 3 kali seminggu. Entah apa kata para wartawan yang melihat perkembangan koran mandala ini begitu cepat meningkatkan kemajuannya, sampai kini masih jadi perbincangan. Mereka ada yang mengatakan karena tidak banyak saingan, pembacanya menengah ke bawah dan harga koran dapat dijangkau masyarakat kurang mampu dan banyak perkiraan lainnya. Koran mandala yang memiliki SIUPP nomor 077/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1986 tanggal 4 Maret 1986 dibawah naungan PT.Satya Mandala Raya, terus merangkak dan menambah pembaca hingga disenangi masyarakat pesedaan terutama di daerah Ciamis, Tasik, Cirebon, Kuningan, Garut, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Purwakarta, Cianjur, Bogor, Sukabumi, Tangerang hingga ke Jakarta. Tentunya
peredaran yang cukup luas ini, para pendiri semakin bersemangat bahkan yang tadinya terbit 4 halaman menjadi 8 halaman awal tahun 1974. atau bulan desember 1973. Setahun kemudian karena terasa peningkatan oplah akhirnya para pendiri sepakat bahwa koran mandala yang terbit 3 kali seminggu untuk memberanikan diri terbit setiap hari mengunjungi para pembaca. Ini bertepatan dengan hari jadi Mandala tanggal 7 Desember . Ketika itu secara kebetulan menurut beberapa kalangan pers di Bandung, percetakan offset diperkenalkan di Bandung, dari sejarah inilah Mandala media yang pertama dicetak offset di Jawa Barat.
Dengan penampilan cetak offsetlah harian mandala naik oplah. Apalagi era tahun tahun tersebut disemarakkan oleh diterbitkannya koran pada hari minggu dengan nama Mandala Minggu, beritanya khusus berita budaya sampai berita mengandung berbagai opini yaitu berita "gosip". Ternyata Mandala Minggu yang memberitakan sekelumit hiburan, serta ceritera rakyat mampu menyeberang pulau sampai Sulawesi, Kalimantan, Sumatera. Hal ini dibuktikan oleh surat para pembaca dengan stempel pos, surat surat tersebut mereka yang senang akan rubrik Calon Bintang Mandala Minggu (CBMM) dan rubrik mencari jodoh. Awal tahun 1982 peredaram koran harian Mandala ini semakin meluas, walaupun jaman itu komputer belum memasyarakat apalagi teknologi digital apalagi juga telepon selurer hanya dalam film james bond saja yang sudah ada. Walaupun masih ada keterbatasan, para wartawan yang mencari berita tidak surut mereka kerjasama. Demikian jajaran redaksi, jajaran pracetak sampai ke percetakan. Maklum saat itu mencetak koran hanya ada dua di kota Bandung yaitu Golden Web dan PT Almaarif, cukup berdekatan dengan kantor redaksi Mandala di Jalan Banceuy. Menjelang tahun 1983 merupakan hari yang tidak dapat dilupakan oleh segenap awak mandala, mulai dari Mang Emen dan mang Amas sebagai OB sampai kepada pemilik tunggal H Krisna Harap SH, saat itu belum menambah gelar MH, karena tidak seorangpun berleha leha di bidangnya masing masing. Karena oplah koran melonjak yang tadinya hanya 20 000 exp hingga 120.000 exp itu pun masih kurang mengingat yang menyerbu atau sebut saja para age berebut untuk lebih banyak mengambil oplah.
Apa yang mendorong " bulan keemasan" itu dirasakan koran Mandala ? ternyata kasus yang menggemparkan masyarakat di seluruh indonesia, ini juga dirasakan oleh koran yang serupa di Kota Bandung yaitu Harian Gala. Betapa tidak, peristiwa yang ditunggu tunggu setiap pagi oleh masyarakat adalah berita "Mayat Jeger, mayat dalam karung" bahkan tersiar juga semacan isue mereka yang bertatto dicari pasti jadi korban Petrus (Penembak misterius). Memang saat itu situasi kamtibmas di setiap kota selalu terganggu oleh para bromocorah, preman preman, grup kejahatan sehingga mereka yang dikenal kalangan masyarakat dimana pun selalu menjadi teka teki mungkinkah mereka akan menjadi korban petrus ? atau siapa lagi hari esok yang akan jadi mayat di pinggir jalan, di selokan, di kebun di jurang dan di tempat tempat sepi lainnya. Hampir tiga bulan lamanya, berita itu selalu menghiasi halaman depan setiap koran. Setiap hari juga para agen yang tadinya dikirim/diantar oleh bagian sirkulasi ke bursa koran di Cikapundung, saat itu terbalik para agen memburu bukan lagi ke percetakan tetapi ke redaksi. Bahkan mereka harus antri dan mendapatkan semacam kupon antri pengambilan koran mandala. Demikian juga para wartawan digiring untuk memasang telinga, bahkan beberapa wartawan ditempatkan di Kamar jenazah beberapa rumah sakit, ditempatkan di polsek polsek untuk mengendus penemuan mayat dalam karung. Dari kerja keras itulah mandala mampu membangun percetakan sendiri di Gedebage Jl Sukarno Hatta dengan nama PT Grafitri. diresmikan oleh Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Departemen Penerangan RI tanggal 30 Mei 1984, sehingga tidak ada ketergantungan mencetak ke percetakan lain. Bahkan menerima order cetakan dari luar. Namun sayang oplah terus merosot hingga setengahnya, karena pemberitaan tentang mayat dalam karung sudah tidak ada lagi karena situasi politik saat itu, bahkan munculnya tudingan dari negara lain bahwa di indonesia sudah melakukan pelanggaran HAM. Sebenarnya oplah meningkat sebelum adanya petrus, pernah terjadi ketika Gunung Galunggung meletus, juga ketika pemberitaan penyerangan kepada Polsek Cicendo yang menewaskan 4 orang anggota polisi. Namun dampak dari pemberitaan itu Pemimpin Redkasi sekaligus penanggungjawab Krisna Harahap SH harus mendekam 2 minggu di Laksusda. Walaupun pemimpin ditahan tetapi koran terus jalan tidak surut fdari kejadian tersebut, dan pemimpin umum dikembalikan ke redaksi karena tidak kurang kuat bukti untuk lanjut ke pengadilan. Memang Koran Mandala mempunyai motto TUNJUKKAN YANG SALAH,BENARKAN YANG BENAR. Hal itu dirasakan oleh semua wartawan Mandala, tidak ada rasa gentar dan takut hanya untuk kebenaran itulah yang ditanamkan dari seorang pemimpin sekaligus guru juga sebagai orangtua. Naik turunnya di kehidupan ini sudah disadari oleh semua rekan rekan awak mandala, semuanya teguh menetap di media yang selalu mendapat cobaan dan tantangan, memang itulah uniknya di media cetak yang satu ini. Bahkan cobaan datang kantor redaksi hangus terbakar, wartawan dan karyawan yang ngak tahu terjadinya kebarakan saat malam hari pada pagi harinya pada "melongo" karena semua ruangan sudah jadi arang. Walaupun demikian tetap koran terbit kendati membuat berita harus bergantian karena semua mesin tik turut terbakar hangus. Karena situasi dan mengingat koran harus terbit akhirnya kantor redaksi pindah ke jalan GatotSubroto, namun hanya bertahan beberapa tahun karena terlalu jauh ke percetakan akhirnya kantor dibagi dua rekasi di percetakan memiliki ruangan terpisah dan tata usaha di Gatot Subroto. Hanya beberapa bulan oplah terus merosot karena situasi saat itu mulai muncul penerbit raksasa dengan kata kalimat "kerjasama" menyerang penerbitan di daerah daerah termasuk Kota Bandung, salah alasan adalah masih sulitnya untuk mendapatkan SIUPP (tidak dikeluarkan lagi) masih menteri penerangan Harmoko. Maka hanya dengan cara "istilah"kerjasama penerbit raksasa bisa melebarkan sayap. Terjadilah yang sangat ditakutkan oleh para wartawan daerah termasuk harian mandala, kalau bekerja sama pasti segala kebijakan akan diambil alih oleh mereka. Sedang wartawan yang ada hampir 90% semuanya menjadi wartawan karena pengalaman dan mengikuti alur pemimpin, sedangkan kebijakan baru mengambil armada yang sudah disiapkan sebelumnya.
Singkat ceritera, terjadi kerjasama antara Mandala dan Persda (grup kompas). Mulai beranjak saat itu dikenalkan komputerisasi dan mulailah satu persatu semua wartawan mandala di "pisah" yang tadinya wartawan jadi penjaga kamar gelap, yang tadinya wartawan jadi pemberes buku di percetakan, yang di daerah di oper alih seolah semua dipisahkan. Satu bulan sampai enam bulan, bertahan tetapi belumsetahun mulai terasa hal hal yang sangat tidak menguntungkan bagi sepihak. Akhirnya kemelut dalam kerjasama terjadi dengan berakhir mandala dikembalikan kepada pemilik semula. Setelah kejadian perpisahan tahun 1992 antara dua perusahaan, beberapa bulan koran mandala terpuruk dan berhenti terbit, namun wartawan masih berkomunikasi dan akhirnya mandala terbit kembali dengan format Mingguan yang disebut Mandala Minggu. Dengan awak redaksi di Bandung yang terdiri dari H.Krisna Harahap SH, MH, Naungan Harahap, SH Andi Suwandi, Sonni Hadi, Mahi M Hikmat, Nandang Saefudim, R Sumarna, Yuyun Umar Tanu, Utie Utami Mudi, Tin S, dan staf lainnya Rustam Hutabarat, Asep k, Emus, Engkus, Amin, Aep, Dadi , kembali mengukir jalan baru.
Dan anehnya koran ini mampu terbit kembali dan wartawan yang ada id daerah pun menyambut dengan suka cita, tetapi..... ada juga sebagian wartawan dan karyawan memilih ikut bergabung dengan Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Hal itu sangat dimaklumi karena mempunyai pilihan tersendiri. Kali ini setelah berjuang tiga tahun akhirnya Mandala sudah tidak mampu lagi untuk menerbitkan koran di tahun 1996, selain persaingan mulai terasa cetak jarak jauh sudah dilakukan oleh koran raksasa, juga sulitnya mengedarkan koran di bursa koran. Kalau saja dikirim ke bursa koran, anehnya di masyarakat tidak sampai bahkan di setiap kios koran tidak terlihat. Tidak tahu apakah hal ini sudah menjangkit "Mafia" bursa koran atau memang perubahan minat baca atau memang juga menjelang "moneter" saat itu. Memang benar awal tahun 1998, mandala hilang diperedaran karena bermunculan media baru disebabkan "Dikocorkannya SIUPP" bagi mereka yang mau menerbitkan media. Dengan dipermudahkan memperoleh SIUPP, menjamurlan media.(Sonnihadi mantan wartawan Harian Umum Mandala) Dengan rasa hormat, saya berterimakasih sekali pabila ada yang kurang dalam penulisan ini tolong berikan masukan dan tulis di kolom komentar di bawah ini.
0 komentar:
Post a Comment